Mentari pagi di Kasepuhan Sinar Resmi


Mata menerawang jauh diantara gelapnya malam, ketika mobil rombongan Famtrip Ciletuh 2017 memasuki gapura Kasepuhan Sinar Resmi , kita seolah dibawa kembali ke 40 tahun ke belakang disaat era modernisasi belum seramai ini. Dalam perjalanan hari pertama di Sukabumi, malam ini rombongan akan menginap di kampung adat Kasepuhan Sinar resmi.

Mobil kami pun berhenti di halaman sebuah rumah panggung yang sangat besar.Samar samar terlihat beberapa orang sedang berkumpul sambil menikmati secangkir kopi hangat. Rombongan disambut langsung oleh Abah Asep Nugraha, pupuhu adat atau ketua adat kasepuhan Sinar resmi yang sejak 2002 menggantikan Abah Udjat Sudjati dan menjadi pupuhu adat generasi ke 10 di kampung adat ini.


Malam terasa sangat cepat, ketika waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Para peserta yang dari pagi buta mengikuti acara Famtrip ini sudah terlihat kelelahan,sehingga meminta ijin kepada Abah Asep untuk langsung beristirahat. Para peserta dibagi dua kelompok, sebagian istirahat dirumah salah satu warga,sedangkan saya dan sebagian rombongan memilih beristirahat di imah gede dengan harapan pagi hari kita bisa melihat kegiatan ibu-ibu melakukan aktivitas nutu pare (menumbuk padi) menggunakan alu dan lesung.

Adzan subuh samar samar terdengar dikesunyian pagi buta, cuaca saat itu cukup membuat orang betah untuk berlama lama tidur. Setelah selesai sholat subuh,sambil menikmati secangkir teh panas kami berbincang tentang perjalanan kemarin.sambil mempersiapkan peralatan tempur untuk mengcapture suasana Sinarresmi di pagi hari.

                            

Ditemani teh hangat dan goreng pisang yang telah disediakan, perlahan saya dan beberapa orang mulai menjelajah kampung Sinar resmi dari berbagai sudut. Pancaran sinar mentari pagi memantul diantara genangan air di pematang sawah, diiringi suara burung burung yang mulai keluar.

Dan momen yang ditunggu yaitu melihat proses penumbukan padi dengan menggunakan lesung akan kami lihat. Ada dua orang ibu-ibu setengah baya yang berbarengan menumbuk padi di saung lisung.Kami bergantian mengambil foto prosesi nutu pare tersebut.


Di samping rumah Leuit Sijimat terdapat sebuah bangunan bangunan yang berfungsi sebagai galeri, yaitu tempat para warga Sinarresmi memasarkan hasil kerajinan tangan dan olahan makanan yang bisa pengunjung beli untuk sekedar oleh oleh teman atau keluarga dirumah. Ada olahan gula semut(aren) , keripik pisang, kerajinan kain batik, golok, manik-manik, baju pangsi, bahkan ada buku tentang Kasepuhan Sinar resmi juga.

Di Kasepuhan Sinarresmi ada aturan baku yang tidak boleh dilanggar oleh semua masyarakat yaitu tidak diperbolehkan untuk menjual padi hasil panen atau bertani di kampung ini. Itulah yang menjadikan Kasepuhan Sinarresmi ini bisa selalu menjaga kestabilan hasil bercocok tanam atau pun bertani.

Disaat bersamaan tim yang lain ikut membuat dokumentasi dengan mewancarai Abah Asep yang menerangkan tentang kondisi dan asal mulanya Kasepuhan Sinar resmi ini serta kondisi masyarakat dan mata pencaharian nya. Dan sebelum kami berangkat pulang, kami terlebih dahulu mencicipi masakan yang telah disuguhkan oleh para ibu ibu yang dari pagi memasak di dapur. 

Dan setelah makan bersama kami semua mendengarkan cerita dari Abah Asep tentang Kasepuhan Sinar resmi. Dan harapan dari kunjungan para peserta Famtrip ini bisa menyampaikan kepada masyarakat dalam negeri khususnya, bahkan luar negeri pada umumnya bahwa jika kita bersinergi dengan alam, maka alam pun akan selalu beriringan dengan manusia.





Komentar