Susur Nusantara : Explore Pulau Natuna



Ketika mendapat tawaran untuk ikut kedalam kegiatan "Susur Nusantara" ini, saya tidak berfikir terlalu lama untuk mengambil keputusan. Saya langsung menyanggupinya, dengan beberapa alasan yang salah satunya memang  belum pernah mengunjungi pulau Natuna ini.
Untuk bisa sampai ke pulau Natuna ini harus menggunakan pesawat dari Jakarta dan transit terlebih dahulu di Batam sebelum melanjutkan menuju lokasi tujuan. Karena saya dari Bandung, otomatis harus ke Jakarta terlebih dahulu untuk berangkat bareng rekan rekan yang lainnya.

Ada ketegangan tersendiri ketika harus bepergian menggunakan pesawat terbang disaat baru beberapa hari ini terjadi kecelakaan yang menimpa salah satu maskapai penerbangan di tanah air.

Tapi tidak menyurutkan niat saya untuk tetap ikut trip ke Natuna ini. Karena saya percaya semuanya telah diatur oleh Sang Pencipta hidup, mati, bahagia, celaka, rejeki, dan jodoh sudah menjadi rahasia Nya.

Perjalanan menuju Natuna ini terbilang cepat hanya menempuh waktu sekitar 2 jam perjalanan menggunakan pesawat terbang. Dari Bandara Soekarno Hatta kami terbang menuju Bandara Hang Nadim Batam untuk transit sekitar 20 menit sebelum tiba di Bandara Ranai Natuna.

Setibanya di Bandara Ranai saya beserta team langsung menuju ke penginapan untuk check in terlebih dahulu dan menyimpan barang barang bawaan. Setelah beres dari hotel team langsung mencari tempat makan yang memang sejak dari pagi hari belum terisi makanan.

Pilihan kami akhirnya memilih rumah makan "sisi basisir" yang menurut bahasa sunda itu adalah rumah makan tepi pantai. Dan memang lokasi rumah makan ini terletak di tepian pantai dan menghadap ke laut lepas.

Makanan yang dipilih sudah pasti aneka hidangan laut mulai dari ikan cue, cumi cumi, udang hingga sop ikan khas natuna ahhhh kalau saja tidak dikejar waktu mungkin kami langsung memilih tiduran di temani angin pantai yang sepoy sepoy.

Selesai mengisi amunisi, tujuan pertama kami adalah Mesjid Raya Natuna. Sebuah Mesjid Agung dengan landscape yang sangat megah dan luas. Menyatu dengan komplek perkantoran dinas atau pemerintahan kabupaten natuna.

Dengan gerbang megah yang hampir menyerupai ornamen di Mesjid Baiturrahman Aceh. Menurut rekan saya yang asli Natuna, mesjid ini selalu penuh apabila di hari jumat atau akan berlangsung sholat jumat. Bukan tanpa alasan, hampir semua masyarakat di kepulauan Natuna akan berdatangan ke mesjid Agung Ranai ini untuk melaksanakan sholat Jumat disini.
Tujuan selanjutnya adalah Batu Sindu, hamparan bebatuan yang berada diatas bukit hingga ke pantai yang tidak beraturan tetapi memunculkan kesan artistik dipadukan dengan biru nya air laut menjadikan sebuah pemandangan yang sangat menyegarkan mata. Apalagi buat kami yang sedari pagi menaiki pesawat terbang.

Karena waktu sudah hampir petang, perjalanan selanjutnya kami mendatangi objek wisata Batu Rusia. Ada cerita unik dibalik penamaan Batu Rusia atau yang menurut saya pribadi lebih pas nya Batu Uni Soviet.

Karena memang yang tertera dibatu tersebut tulisan dalam bahasa uni soviet yang diperkuat dengan gambar jangkar dengan tulisan U.R.S.S atau Uni Republik Sosialis Soviet, disingkat URSS (bahasa Rusia: Сою́з Сове́тских Социалисти́ческих Респу́блик, Soyúz Sovétskikh Sotsialistícheskikh Respúblik; disingkat CCCP, SSSR).
Hari kedua di Natuna kami mendapatkan undangan sarapan pagi dari salah satu tokoh masyarakat Natuna yang peduli akan perkembangan pariwisata serta pembangunan di Natuna.

Sambil menikmati sarapan pagi yang dihidangkan oleh keluarga beliau, kami berbincang tentang tujuan Susur Nusantara di Natuna ini. Dan beliau berpesan kepada kita untuk membantu mengenalkan Pulau Natuna ke seluruh dunia bukan hanya tentang potensi pariwisata nya, tetapi juga budaya dan kearifan lokal nya juga.

Setelah kami berpamitan, perjalanan dilanjutkan ke objek wisata batu kasah. Sebuah objek wisata yang membuat kami seolah olah berada di cerita film laskar pelangi. Batu batu berukuran raksasa dengan jumlah yang sangat banyak bahkan hingga ke tengah pantai. Pasir putihnya yang terhampar memanjang searah pantai seakan mengajak untuk bermain main diatasnya.
Perjalanan kami berlanjut menuju ke pulau akar, sebuah pulau di tepian dermaga dan perkampungan nelayan di daerah. Dengan view pesisir pantai yang dilengkapi jejeran pohon kelapanya. Dan tentu saja dermaga yang menyambungkan kampung nelayan dengan pulau akar, jika mengambil gambar menggunakan drone akan menghasilkan gambar yang sangat indah dan memanjakan mata yang melihat.
Setelah merasa puas mendokumentasikan pulau akar dan tentu saja berfoto dengan kawan kawan dari explore indonesia, blogger, influencer, genpi dan media online, kami melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya yaitu selat lampa.
Sebuah selat yang terletak di antara pulau dan pulau. Cahaya sinar matahari yang memang tidak terlalu terik membuat pemandangan hijau terpapar di sekeliling selat lampa. Selain kondisi air yang jernih, pantulan warna hijau dari bukit bukit di sekelilingnya menambahkan kesan eksotik di selat lampa ini.
                
Cuaca sepertinya kurang bersahabat bagi kami yang sedang menjelajah pulau Natuna ini, sedari kami tiba di Bandara Ranai sudah diguyur hujan yang tidak tentu waktu datangnya. Dan hari ini pun hujan kembali turun yang memaksa kami menyudahi kegiatan di selat lampa.

Dengan ditemani hujan yang cukup deras membuat suasana di dalam mobil pun menjadi hening, sebagian asik dengan smartphone nya, sebagian lagi mulai terbuai suhu dingin hingga akhirnya saya pun terlelap.

Saya terbangun ketika mobil berhenti di parkiran sebuah rumah makan padang, ahhh baru sadar kami belum makan siang padahal waktu di jam tangan sudah menunjukkan pukul 14.16 wib.

Faktor cuaca mau gak mau memang memperngaruhi pola makan kami selama di Natuna. Udah pasti timbangan berat badan bakalan naik semua hehehe.

Selesai mengisi perut, kami yang terdiri dari 10 orang ada yang berasal dari Surabaya, Serang, Depok, Bintan, Jakarta, dan Bandung langsung bergegas menuju Museum Sri Srindit.

Sebuah museum yang saya kira awal nya hanya rumah tinggal tetapi ternyata diposisikan juga sebagai museum. Didalamnya kami melihat begitu banyak keramik, keris, meriam dan perabotan yang berasal dari kapal kapal abad ke 16 yang karam dilaut Natuna.

Setelah berbincang-bincang dengan pengelola museum semua jenis keramik serta barang barang tersebut sudah sebagian teridentifikasi oleh balai Arkeologi Kemendikbud RI.

Hari sudah menjelang sore, perjalanan kami lanjutkan ke destinasi terakhir yaitu Alif Stone Park. Sebuah taman yang dipenuhi hamparan batu batu tak beraturan yang membuat takjub mata yang memandang. Sebagain orang bahkan menyangka Alif Stone ini berada di Belitung karena mirip dengan tempat syutingnya film "Laskar Pelangi" yang terkenal.

Alif Stone menjadi destinasi terakhir yang kami kunjungi di Natuna, karena besoknya kami harus kembali lagi ke daerah masing masing. Esok harinya sebelum kami berangkat ke bandara, kami berkunjung sekalian berpamitan terlebih dahulu kepada Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Natuna.

Kami menyampaikan beberapa masukan kepada beliau terkait pariwisata di Natuna. Beliau pun berterimakasih atas kunjungan team Susur Nusantara ke Natuna, dan besar harapan pariwisata Natuna akan lebih dikenal dan berkembang setelah diadakan nya kegiatan Susur Nusantara ini.















Komentar