Mengenal Pare "Si Pahit" Yang Kaya Manfaat


Mungkin hampir semua orang akan menjawab pahit jika ditanya tentang bagaimana rasa dari sayuran dengan nama ilmiah Momordica charantia ini. Pare mempunyai bentuk bulat memanjang dan memiliki bagian yang berbintil-bintil tidak beraturan. Mempunyai sulur yang berbentuk spiral, berbau kurang harum, dan batangnya berusuk isma. Warna buah pare yang sebelum matang adalah berwarna hijau dan berubah menjadi warna oren setelah matang.

Di daerah Sumatera, sayuran ini dikenal dengan nama prieu, fori, dan kambeh. Di Jawa, sebagian orang menyebutnya dengan paria, pare, atau pepareh. Nusa Tenggara mengenal pare sebagai pania dan pepule. Sementara di Sulawesi, pare kerap disebut sebagai poya. Dalam bahasa Inggris, pare disebut dengan Balsam-pear, Bitter Melon, Bitter Gourd dan Bitter Squash.

Secara umum pare termasuk kedalam jenis tumbuhan merambat anggota dari suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Pare dapat tumbuh di dataran rendah, selain mudah tumbuh di alam liar, pare juga mampu tumbuh dengan baik jika dibudidayakan.

Sejarah Adanya Pare
Sayuran dengan buah bercitarasa pahit ini, sudah sejak ratusan tahun silam ditanam oleh banyak bangsa, dari Asia hingga ke Amerika. Selain dimanfaatkan untuk dimasak, pare ini juga dikenal di seluruh dunia karena merupakan sumber gizi dan juga sebagai obat.

Meski cukup banyak dikenal, namun belum ada catatan sejarah yang mengemukakan asal usul dari tanaman pare ini. Hanya ada beberapa pendapat ahli botani yang menyatakan, bahwa pare sebagai tanaman asli dari kawasan Asia tropis, terutama India dan China bagian Selatan. 

Dari kedua wilayah tersebut, disebutkan bahwa pare kemudian menyebar ke beberapa negara di Asia. Pare kemudian juga menyebar ke Afrika, Amerika, hingga ke Karibia.

Dalam catatan ahli Botani China bernama Li pada 1578, menyatakan bahwa pare dibudidayakan petani di China Selatan dari tanaman liar sejak abad ke-16. Di kawasan tersebut, pare termasuk dalam sayuran penting.

Sementara Pusat Herbarium Nasional di Amerika serikat mencatat, penyebaran pare ke Benua Amerika (Puerto Rico) dan wilayah Afrika Barat, diyakini terjadi saat masa perdagangan budak pada 1885. Pare kemudian berkembang di Amerika tropis dan Amerika Serikat bagian selatan. Saat itu, di Amerika Serikat juga terdapat beberapa petani membudidayakan pare pada skala kecil menggunakan kultivar lokal yang berasal dari Asia.

Kandungan Gizi Dan Manfaat
Didalam 100 gram sayur pare yang dimasak dengan direbus dan ditiriskan, terdapat berbagai macam kandungan gizi maupun mineral seperti : karbohidrat, kalori, air, protein, gula, serat, lemak, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin K, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, kalsium, zat besi, magnesium, manganese, fosfor, potassium, sodium, dan seng (zinc).

Selain kaya akan kandungan gizi, pare juga memiliki beberapa khasiat yang berguna untuk kesehatan. Seperti : mengendalikan penyakit diabetes, meningkatkan kesehatan pernapasan dan meningkatkan kesehatan kulit serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan juga mengurangi risiko penyakit kanker.

Sayur Pare juga memiliki sifat-sifat seperti anti-inflamasi, anti-jamur, anti-biotik, anti-alergi, anti-histamin, anti-virus, anti-parasit dan juga sifat ekspektoran yaitu obat pelancar dahak karena dapat menghasilkan air liur yang lebih banyak.

Jenis Jenis Pare
Secara umum ada tiga jenis pare yang tumbuh di Indonesia, yaitu pare putih, pare hijau, dan pare ular. Semuanya jenis pare tersebut mudah kita temui diberbagai tempat baik pasar tradisional maupun supermarket.

1. Pare putih

Tanaman labu-labuan ini memiliki varian berwarna putih. Pare putih dikenal juga dengan nama pare gajih atau pare bodas. Bodas dalam bahasa Sunda berarti putih.

Pare putih dapat dikenali karena memiliki ciri-ciri bentuk buah bulat memanjang, berukuran besar, dan pastinya berwarna putih. Bintil-bintil pada permukaan buah berukuran besar dan arahnya terdapat pada sepanjang buah. Pare ini disukai karena rasanya yang tidak begitu pahit.

2. Pare hijau

Pare hijau adalah jenis pare yang paling umum ditemui di pasaran. Buah tanaman ini berwarna hijau. Namun, bila sudah masak akan berubah warna menjadi oranye yang pecah dengan tiga daun buah.

Ciri pare hijau adalah buah berbentuk lonjong kecil dan berwarna hijau. Ukurannya cenderung lebih kecil jika dibandingkan dengan pare putih. Permukaan buah pare hijau memiliki bintil-bintil dengan ukuran kecil dan lebih halus.

Pare hijau cenderung memiliki rasa yang lebih pahit. Rasa pahit ini menjadi ciri khas sayuran dan justru disukai oleh konsumen. Meskipun demikian, pengolahan dapat mengurangi rasa panen tersebut.

3. Pare belut

Pare belut dikenal juga sebagai pare ular atau pare alas leweung. Di Jawa, tanaman ini kerap disebut sebagai krai atau timun krai. Hal ini karena sebenarnya pare belut bukan merupakan spesies yang sama dari pare-pare lainnya.

Pare belut punya nama ilmiah Trichosanthes cucumerina L berbeda dengan pare yang merupakan genus Momordica. Pare belut memiliki ciri-ciri berbentuk buah bulat panjang, agak melengkung.

Pare belut mampu mencapai panjang hingga 60 cm. Permukaan kulit buah ini tidak seperti pare-pare lain yang dipenuhi benjolan. Benjolan berwarna putih hanya terdapat sedikit dan tersebar pada bagian kulit yang berwarna hijau sampai hijau gelap.

Karena mirip kulit ular, pare belut juga kerap disebut pare ular. Rasa buah ini tidak begitu pahit, bahkan cenderung manis, segar, renyah dan berair.

Komentar

  1. sampai sekarang belum bisa makan pare

    BalasHapus
  2. Pare kesukaankuh inih kak hehe. Ternyata banyak banget manfaatnya ya, aku malah baru tahu kak hihi. Aku paling sukak di tumis campur teri hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama juga yah, cuman klo dirumah diosengnya ditambahin udang jadi yummie banget

      Hapus
  3. Dari dulu saya tahu banget manfaat pare ini Kak, bahkan dulu Ibu sampai nanem di halaman rumah. Tapi, entah mengapa sampai sekarang nggak bisa makan pare, terlalu pahit buat saya euy. Mungkin harus dicampur sama makanan lain

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada trik khusus biar rasa pahitnya gak kerasa kang. Ibu ibu di kampung yang suka eksperimen hehehe

      Hapus
  4. Nah iyaa...
    Ibuku juga hobi masak pare untuk Babe rahimahullah, duluuu...
    Sekarang sudah gak ada yang doyan pare di rumah. Padahal Surabaya terkenal banyak nyamuk, kalau abis makan pare, nyamuk auto-minggat, gak mau ngisep darahnya.

    Unik yaa...

    BalasHapus
  5. Yang nomer 3 itu ditempatku namanya Oler, bentuknya hampir mirip dengan ular. Tapi rasanya sama sekali tidak pahit, gak percaya kalau itu masih salah satu jenis pare. Rasanya lebih mirip labu air.
    Selain pare putih dan hijau, di tempatku ada pare yang warnanya hijau kekuningan. Yang ini paling enak menurutku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yupp gak kerasa kaya pare, lebih kaya rasa oyong gitu

      Hapus
  6. Cari benih pare ular ah, sugan tumbuh di tempatku
    Musim hujan gini mending tanam tanaman seperti pare daripada sayuran hijau, pada busuk

    BalasHapus
  7. Nggak berani makan pare ini karena pahit. Hihi. Katanya sih jus pare juga bisa bikin asi banyak tapi tetap ku tak berani coba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Paling dioseng aja atau dimakan bareng baso tahu kalo di Bandung.

      Hapus
  8. Sampai sekarang aku belum makan pare nih. Hehe. Karena rasanya pahit jadi takut duluan. Kayaknya perlu dicoba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya klo yg masaknya ahli, bisa gak kerasa pahitnya pare tuh

      Hapus

Posting Komentar