Menikmati Sisa Peninggalan Citarum Purba Di Sanghyang Heuleut


“Remember that happiness is a way of travel – not a destination.”

Suhu pagi ini terasa sedikit bersahabat dibanding beberapa hari kemarin. Hari ini mentari sangat cerah setelah seharian kemarin hujan seolah ingin bercengkrama begitu lama dengan bumi. Jam sudah menunjukkan pukul 7.30 dan mata ini masih bertahan tidak menerima kantuk sejak malam tadi.

Rencananya hari ini saya bersama teman teman beberapa komunitas akan berangkat menuju Sanghyang Heuleut, destinasi wisata alam peninggalan Citarum purba yang masih menjadi primadona pariwisata di Bandung. Apalagi disaat seperti sekarang ketika masyarakat membutuhan hiburan ataupun refreshing setelah beberapa bulan stay at home akibat wabah Corona.


Karena jarak menuju Sanghyang Heuleut tidak terlalu jauh dari rumah, dan diminta untuk menjadi panitia kegiatan ini, maka saya memilih prapatan Saguling sebagai meeting point untuk teman teman yang datang dari Padalarang, Cililin, maupun Cimahi. Mereka berasal dari berbagai komunitas seperti Forum Ekonomi Kreatif (Fekraf) Bandung Barat, Urang Bandung Barat (UBBAR), Cililin Channel, GenPI Bandung Raya, bahkan dari media seperti Sekilas KBB dan Info KBB pun turut hadir.

Meskipun ini bukan perjalanan saya yang pertama ke Sanghyang Heuleut, tetapi selalu saja moment yang menarik didalam perjalanan tersebut. Setelah kami semua berkumpul dan mempersiapkan segala keperluan untuk menuju ke Sanghyang Heuleut, tak lupa juga kami berdoa untuk kelancaran selama perjalanan, saat disana, maupun ketika kembali lagi ke rumah masing-masing.


Kami pun memulai perjalanan ini dengan mengikuti jalur yang sudah biasa digunakan yakni melewati jalan dibawah pipa raksasa berwarna kuning yang merupakan pipa saluran air dari bendungan Saguling menuju turbin di PLTA Saguling. Pipa ini menjadi ikonik karena selain berukuran sangat besar dan terlihat dari jarak puluhan Kilometer, warna kuning nya sangat mencolok.

Setelah berjalan melewati pipa kuning raksasa, kami pun berjalan menurun dengan sudut kemiringan hingga 45° menuju tangga yang harus kita lewati untuk menuju jalan masuk ke Sanghyang Heuleut. Melintasi perkebunan jagung dan pisang yang sedikit menutupi teriknya sinar matahari siang itu. Kebayang kan kalo pas kita lewat ladang perkebunan ini gundul gak ada yang menutupi panasnya matahari.


Mirip soundtrack ninja Hattori di televisi, kami berjalan beriringan lewati lembah lewati sungai tanpa lelah hahaha kayak yang betul padahal tiap ada warung disepanjang perjalanan pasti pada berhenti. Ohh iya waktu tempuh dari parkiran hingga ke lokasi bisa ditempuh dengan waktu 60-90 menit itu pun tergantung berapa kali berhenti atau juga kesulitan medan.

Setelah beberapa menit kami pun sampai menuju tempat yang dituju. Kami memilih merebahkan badan dahulu di bale bale bambu yang telah tersedia di warung warung yang berjejer di sekitar lokasi utama Sanghyang Heuleut. Bagi sebagian orang yang pertama kali tracking, rute menuju Sanghyang Heuleut ini cukup menguras tenaga dan ketahanan tubuh.


Sanghyang Heuleut ini pertama kali dibuka sekitar tahun 2015 dan langsung menjadi viral di media sosial dengan banyak nya pengunjung yang ingin menyaksikan sisa sisa peninggalan dari Citarum Purba ini. Saat ini pengelolaan wisata Sanghyang Heuleut sudah dikelola oleh kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Sanghyang Heuleut. Dengan memberdayakan masyarakat Kp. Cipanas Desa Rajamandalakulon Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat.

Ketika musim kemarau air yang berada di telaga atau danau utama bisa berwarna biru kehijauan. Tapi jika pas musim hujan tiba, warna airnya bisa terlihat coklat keruh seperti saat ini yang kami dapati. Selain bisa menikmati pemandangan alam yang masih alami, disini pun kita bisa bermain air disekitaran danau nya. Bahkan bagi kalian yang bernyali besar, kalian bisa melakukan atraksi meloncat dari atas batu berketinggian 10 meter menuju danau. Sangat menarik kan?


Setelah puas bermain air dan menyalurkan adrenalin dengan meloncat dari atas batu yang ketinggiannya 10 meter, kami pun menikmati sajian kuliner khas dari Sanghyang Heuleut yakni nasi liwet yang sudah terlebih dahulu kami pesan. Tak terasa waktu pun sudah menunjukkan pukul 4 sore, meskipun kami masih betah berada disini tapi waktu untuk pulang sudah tiba.

Tak banyak biaya yang harus dikeluarkan ketika akan mengunjungi Sanghyang Heuleut ini. Total pengeluaran untuk bisa menikmati indahnya alam Sanghyang Heuleut dari mulai tiket masuk, biaya parkir, pemandu dan nikmatnya sajian nasi liwet hanya mengharuskan kita merogoh uang Rp. 100.000,- . Sangat sebanding dengan pengalaman yang kita dapatkan. Dan jika ada yang berminat tinggal menghubungi Jabar Tourism untuk pemesanan paket wisatanya.



Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Wah.. Itu pipa besar airnya pasti keren banget ya. Kuning, ikonik banget.

    BalasHapus
  3. batu2an bikin jadi eksotis, keren

    BalasHapus
  4. Alamak indah bangat. Tapi disaat air jernih ya.

    BalasHapus
  5. Bang dee ih Penasaran banget, apalagi pas lewat pipa raksasa kuning,
    Kok unik gitu ya Perjalanannya menuju kesana,
    Duh pengennn sekaleeee 🙇‍♀️🥳

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  7. Kang Dede, kalau mau paket wisata ke Sanghyang Heuleut minimal berapa orang? Terus ada tempat buat kemping nya, gak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, penasaran banget
      Serasa kudet pisan sebagai urang Bandung saya belum pernah kesini 😢😢😢

      Hapus
  8. Medannya lumayan juga. Menantang! tapi sepadan dengan keindahannya ya. :)

    Omnduut

    BalasHapus
  9. Setelah lama nggak bertualang karena terjebak PSBB, rasanya jadi penyegar ya ketika bisa ngebolang bareng temen-temen meski ke tempat yang udah pernah kita kunjungi. Kira-kira berapa lama jalannya, kang? Terus treknya bahaya banget atau cukup perlu tenaga?

    Aku sampe sekarang belum ke sini wkwkwkwk
    -thetravelearn-

    BalasHapus
  10. Bayar 100K mah bukan sebanding lagi tapi luar biasa berharganya momen perjalanan yang dilalui :) Kalau ajak anak ABG kuat kan ya mas? AKu kepengen bareng keluarga menyusuri sungai, bebatuan, makan seru, berlelah2 segala yg terbayar dengan asyiknya menikmati pemandangan Sungai Citarum ini. Kepngen cebur2an melihat airnya tampak biru kehijauan.

    BalasHapus
  11. Lho, bisa kontras banget gitu ya antara musim kemarau dan musim hujan. Jadi penasaran deh apa yang bikin airnya jadi biru gitu.

    Seneng banget kalau tempat wisata seperti ini sudah dikelola dengan baik :)

    BalasHapus
  12. Aku justru suka kalo medannya agak berat, apalagi kalo destinasi akhir secakep itu. Berasa ga sia-sia perjalanannya :). Cantik banget pas airnya wrna hijau ya mas :o. Pgn ih bisa kesana

    BalasHapus
  13. Aku rada kesleo baca nama tempatnya. Macem di mana gitu. Haha, kebanyakan ngedrakor. Wah baru tahu kalau kakak ini anak Genpi juga

    BalasHapus
  14. Menantang sekali medannya ka..
    Tapi terpuaskan ya, bagus viewnya

    BalasHapus
  15. Baru tau tentang peninggalan Citarum Purba ini. Aku suka nih jelajah seperti ini, apalagi pemandangannya bagus kayak gitu.

    BalasHapus
  16. Aku uda jiper duluaah kalok disuruh lompat dari ketinggian 10 m.
    Pingsan sampek air, wkwkkww~
    Ini trek menuju ke Sanghyang Heuleut gimana, kang?
    Bisa bawa kendaraan sendiri?

    BalasHapus
  17. Pengen juga ikutan main ke situ Kak. Tapi kudu persiapan fisik karena aku mudah lelah orangnya heheheh

    BalasHapus
  18. Jelajahnya seru banget terlebih ke alam

    BalasHapus
  19. Lihat perjalanan ini jadi kangen pengin menjelajah lagi seperti masa usia 20 tahun an. Perjalanan yang menyegarkan dan mencerahkan secara spiritual.

    BalasHapus
  20. Aku kepo, ini di mana tadinya. Kan Nyunda banget, ternyata di Saguling, ya, Kak. Masyallah keren itu foto danaunya. kebayang nyebrangi sungai kaya Ninja Hattori, hihi

    BalasHapus

Posting Komentar