Eksotisnya Hutan De Djawatan Banyuwangi


Selalu ada hikmah di setiap perjalanan, mungkin itulah seperti yang saya dapatkan ketika berkunjung ke kota Banyuwangi di tahun 2018. Saat itu saya menjadi tim liputan Calender of Event Kementerian Pariwisata Republik Indonesia yang bertugas untuk meliput event Ijen Tour De Banyuwangi 2018. Kota di ujung paling Timur pulau Jawa ini seolah menjadi titik awal cerita petualangan saya dalam mengelilingi tempat-tempat menarik yang ada di Indonesia. Banyuwangi menjadi jalan pembuka saya berkeliling ke beberapa tempat lainnya di Indonesia sekaligus menjadi pengalaman pertama saya naik pesawat terbang hehehe.

Sebenarnya banyak sekali tempat-tempat menarik di kota Banyuwangi ini selain tentunya Kawah Ijen atau Pantai Batu Merah dan juga Teluk Hijau yang terkenal akan penangkaran penyu nya. Akan tetapi yang menarik perhatian saya adalah sebuah hutan kota yang dulunya merupakan bekas penimbunan kayu jati dan pengelolaan kereta api yang bernama hutan De Djawatan.

Hutan seluas 3,8 hektar ini sekilas memang sama seperti hutan-hutan kota pada umumnya akan tetapi jika kita telusuri lebih jauh lagi, ketika kita melihat hutan ini, sekilas seperti sebuah hutan yang ada di film The Lord of The Rings yakni dengan hutan Fangorn . Yang membedakan nya dengan hutan-hutan pada umumnya adalah pohon-pohon yang tumbuh di De Djawatan ini adalah jenis pohon trembesi yang sudah berusia seratus tahun bahkan lebih. Bahkan kesan angker langsung muncul ketika kita melihat dahan-dahan nya yang dikelilingi oleh akar benalu.

Baca juga : MENGENAL 15 SITU YANG (PERNAH) ADA DI WILAYAH BANDUNG

Kawasan hutan De Djawatan ini berlokasi di Purwosari, Benculuk, Kecamatan Cluring dan mulai dibuka sekitar pertengahan tahun 2017 yang sebenarnya tempat ini merupakan kawasan milik Perhutani yang bekerja sama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, kawasan hutan De Djawatan ini mulai dikelola dan ditata sehingga kawasan yang ditumbuhi pohon-pohon trembesi yang awalnya terkesan angker berubah menjadi fotogenik.

Selain itu untuk menambah semarak tempat ini, dibangun juga spot spot foto yang instagramable yang tentunya menjadi incaran kaum milenial untuk dibagikan ke media sosialnya dan berinteraksi positif dari para pengikutnya di dunia maya. Selain itu di hutan De Djawatan ini juga terdapat beberapa atraksi seperti adanya delman atau sado, wahana bermain anak, penyewaan ATV, dan juga kuda tunggang yang bisa disewa pengunjung untuk mengelilingi kawasan ini.

Baca juga : REKOMENDASI 7 GLAMPING TERBARU DI BANDUNG RAYA

Saya melihat sebuah konsep yang sederhana di terapkan di hutan De Djawatan ini. Akan tetapi keseriusan dari pemerintah daerah khususnya jenis Pariwisata Kabupaten Banyuwangi untuk menciptakan sebuah destinasi wisata baru patut diapresiasi dan setelah viral di media sosial menjadi salah satu wisata unggulan di Kabupaten Banyuwangi. Sebenarnya konsep ini bisa diterapkan di tempat mana pun dengan mengoptimalkan potensi yang ada tanpa harus merubah fungsi dari tempat tersebut.

Cukup dengan membayar tiket masuk sebesar Rp10.000 kita sudah bisa menikmati segarnya udara hutan De Djawatan dan juga indahnya pepohonan trembesi yang menjadi unik ketika diabadikan dalam jepretan kamera ataupun selfie melalui smartphone. Saya pun mengambil kesempatan untuk berfoto-foto di hutan De Djawatan sebagai kenang-kenangan serta dokumentasi dan berharap suatu saat bisa kembali ke tempat ini.

Komentar

  1. Hutan yang sangat menarik. Sering liat hutan ini di IG. Iya sih baru ingat, kayak lihat di mana gitu. Kesannya kuno dan klasik, ternyata di film The Lord of The Rings.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kang, siang siang aja kalo masuk kesitu udah kaya mau sore saking rindangnya pepohonan disitu

      Hapus
  2. Wah sayangnya pas waktu itu ke Banyuwangi, nggak sempat mampir ke hutan Djawatan ini
    Semoga next bisa mampir kesini
    Suasananya asik ya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Harus mampir mba klo nanti ke Banyuwangi lagi hehehe

      Hapus
  3. di seluruh indonesia byk banget potensi wisata. biasanya nih, biasanya ya, pemerintah gampang banget bukanya. hiruk pikuk wkt peresmian. tp giliran pemeliharaan, memble. awal2 bukan main, baru 5 tahun terbengkalai. 10 th kemudian jadi kasus yg gak jelas juntrungan. semoga yg ini nggak ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mba, untuk disetiap wilayah kendala terbesar dari munculnya tempat wisata adalah tidak dianggarkan nya budget untuk pemeliharaan

      Hapus

Posting Komentar