Peran Serta Bidan Dalam Mengedukasi Masyarakat Untuk Pencegahan Terjadinya Gizi Buruk

Kaget awalnya alias gak percaya, ternyata selama ini di Jawa Barat berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) di tahun 2021 menyebutkan prevalensi angka penderita gizi buruk (stunting) masih terbilang cukup tinggi, yakni sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam RPJMN 2020-2024, yakni 14 persen. 

Pemicunya ternyata bisa dari banyak faktor, salah satu yang baru saya ketahui ternyata salah persepsi tentang susu kental manis (SKM) yang selama ini identik di masyarakat bahwa SKM adalah susu bernutrisi tinggi. Padahal sudah sejak tahun 2018 BPOM melarang penggunaan kental manis untuk konsumsi secara langsung oleh anak dibawah 12 bulan. 

Informasi tersebut saya dapatkan langsung ketika mengikuti kegiatan seminar nasional "Penguatan Peran Edukasi Bidan Untuk Masyarakat Dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk". Acara yang digagas oleh Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Jawa Barat ini merupakan salah satu edukasi dalam program kemitraan dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024.  

Baca juga : MELIHAT PERAN PEREMPUAN DALAM MENURUNKAN STUNTING DI TANAH AIR

Seminar nasional ini dilaksanakan pada 8 Agustus 2022 dan dilakukan secara hybrid yakni kegiatan offline di Fave Hypersquare Hotel Bandung serta online melalui zoom meeting yang diikuti lebih dari 2.000 peserta yang merupakan bidan. Hadir sebagai narasumber di acara tersebut diantaranya ketua harian YAICI, Arif Hidayat, Ketua IBI provinsi Jawa Barat, Ibu Hj. Eva Riantini. Amd. Keb., S.Sos.,M.Kes, Perwakilan PDUI Jawa Barat. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes., Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPPM., Psikolog Klinis Dewasa, Khalida Yurahmi, S.Psi., M.Psi., dan Penulis serta Pegiat Literasi, Maman Suherman.


Dalam sambutannya Ketua IBI provinsi Jawa Barat, Ibu Hj. Eva Riantini. Amd. Keb., S.Sos.,M.Kes, menyampaikan bahwa bidan yang merupakan tenaga profesional serta lini terdepan yang bertanggungjawab memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, harus mempunyai peran dan strategi dalam mewujudkan Generasi Emas tahun 2045 yang sehat, cerdas, dan berkualitas yaitu salah satunya melalui upaya penurunan stunting. 

Edukasi Dan Berikan Informasi-Informasi Yang Tepat Kepada Masyarakat 


Dalam paparannya ketua harian YAICI, Arif Hidayat menjelaskan, bahwa upaya-upaya untuk melakukan pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat harus terus menerus di lakukan. Menurutnya bidan merupakan profesi dan garda terdepan yang dekat dengan masyarakat, sudah seharusnya bisa memberikan edukasi gizi yang tepat kepada masyarakat. Terutama bidan sebagai tenaga kesehatan yang banyak membantu persalinan, tentu saja sangat dekat dengan masa 1000 hari pertama kelahiran (HPK). 

Baca juga : ANAK MUDA KOK MUDAH LUPA? KENALI GEJALA DINI DEMENSIA ALZHEIMER

Bidan dapat memberikan informasi-informasi yang tepat kepada masyarakat terutama para ibu. Memastikan bagaimana pemenuhan kebutuhan gizi ibu saat hamil, serta memastikan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI hingga pada saat MPASI nanti. 

Disini juga penting, disaat anak mulai dikenalkan dengan makanan lain selain ASI, bidan harus menginformasikan apa saja yang boleh dan tidak boleh. Jangan sampai bidan membiarkan masyarakat menambahkan susu jenis kental manis dalam menu MPASI, atau memberikan susu jenis kental manis sebagai minuman susu untuk balita.

3 Syarat Utama Mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045 

Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPPM., menjelaskan bahwa untuk mewujudkan Generasi Emas Indonesia 2045, terdapat 3 syarat utama yaitu demokrasi damai kondusif, ekonomi yang tumbuh sebesar 5%, dan millenial. Bidan mempunyai peran yang penting dalam pencegahan dan tatalaksana gizi buruk melalui edukasi baik di posyandu atau masyarakat maupun di fasilitas kesehatan.

Setiap tahapan dalam siklus kehidupan juga akan berpengaruh pada penurunan stunting itu sendiri. Intervensi akan memberikan dampak terhadap penurunan stunting yang signifikan yang juga dalam mewujudkan syarat tersebut, dan menjadikan anak–anak Jawa barat juara lahir dan batin serta siap berkompetisi global.

Pencegahan Stunting Merupakan Prioritas Semua Pihak

Perwakilan PDUI Jawa Barat. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes., menyebutkan prioritas seluruh pihak terutama bidan terkait dalam pencegahan stunting yaitu dengan memprioritaskan remaja, ibu hamil, maupun bayi dan baduta. Bidan juga harus memahami peraturan seputar kesehatan terutama soal gizi, terlebih saat memberikan edukasi asupan gizi yang optimal, lengkap dan seimbang. melalui berbagai kegiatan inovatif. 

Baca juga : MENGENAL TERAPI PARAFIN BATH ALA FILM WANTED-NYA ANGELINA JOLIE

Hal ini juga untuk mendukung agar angka gizi buruk terhadap balita di tahun 2023/2024 bisa terus menurun dan  dibawah 14 persen. Rata-rata penurunan stunting dalam 3 tahun terakhir di Jawa Barat sebesar 1,35% per tahun. Tahun 2021, prevalensi stunting di Jawa Barat termasuk dalam kategori tinggi. Sementara Riskesdas 2018 prevalensi obesitas pada balita sebanyak 3,8% dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8%. Target angka obesitas di 2024 tetap sama 21,8%, upaya diarahkan untuk mempertahankan obesitas tidak naik.

Permasalahan Kondisi Psikologis Bisa Menjadi Awal Masalah Stunting

Psikolog Klinis Dewasa, Khalida Yurahmi, S.Psi., M.Psi., pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa masalah stunting yang dialami balita, bisa terjadi karena berawal dari permasalahan kondisi psikologis (cemas dan depresi) pada calon ibu atau ibu muda. 

Disaat menemukan pasien yang gugup saat melakukan pemeriksaan, bidan bisa melakukan pendekatan dengan komunikasi terapeutik. Bidan harus bisa memahami psikologis calon ibu atau ibu hamil, dimana nantinya mereka bisa melahirkan anak yang sehat dan cerdas.

Literasi Gizi Di Indonesia Sangat Memprihatinkan 


Penulis dan Pegiat Literasi, Maman Suherman, menjelaskan bahwa tingginya angka stunting di Indonesia salah satu penyebab utamanya adalah rendahnya literasi gizi di kalangan masyarakat terutama ibu rumah tangga. Masih banyak masyarakat yang memberikan kental manis sebagai minuman pengganti ASI. Padahal kental manis yang balita konsumsi, kandungan nya sangat berbahaya dan tidak dianjurkan untuk anak-anak. 

Kita tidak memusuhi produk atau produsen kental manis menurut Kang Maman sapaan akrab dari Maman Suherman, akan tetapi kita menyarankan agar masyarakat bisa lebih dulu membaca komposisi yang tertera pada label susu yang akan dibelinya. Sehingga tidak berakhir dengan terjadinya peningkatan stunting yang diakibatkan oleh minimnya literasi gizi.


Banyak insight positif yang saya bahkan temen-temen blogger dapatkan dalam acara keren ini, dan bukan hanya menjadi tugas para bidan sebagai garda terdepan yang berhubungan langsung dengan masyarakat dalam memberikan edukasi tentang pencegahan gizi buruk, akan tetapi tugas saya dan para pegiat literasi dan media sosial untuk lebih menyebarkan informasi ini secara lebih luas.  

Komentar

Posting Komentar